Jumat, 07 Desember 2012
THE NAUGHTY
CHILD
Sebelum
aku memiliki adik, aku hanya memiliki seorang kakak laki-laki. Sering kali aku
bermain dengannya. Sama seperti kebanyakan adik kakak lainnya, aku dan kakakku
sering kali bertengkar. Namun sifat kedewasan kakakku yang selalu mengerti aku.
Saat itu aku merupakan bocah petualang . Setiap hari aku bermain di pantai, di
rumah teman, bersepeda, dan lainnya. Jarang sekali aku berada di rumah, aku akn
kembali ke rumah mungkin hanya saat tiba waktunya sekolah dan mengaji. Ayahku
biasanya jarang berada di rumah dia kurang memperhatikan aku dan kakakku. Tapi
jika ada ayah di rumah, jangan coba-coba untuk main lama-lama di luar rumah.
Bermain
dan berpetualang adalah aktivitas favoritku saat aku kecil. Rasanya saat itu
tak ada hari tanpa bermain. Lha,,,, pernah beberapa kali aku dimarahi dan
bahkan dipukul oleh ayahku, bukannya karena dia kejam tapi karena aku yang
sangat nakal dan kurang mendengarkan nasehat orang tua. Saat aku duduk di
bangku sekolah dasar aku pernah dijewer oleh ayahku karena pada saat selain
bermain hobiku adalah memanjat. Setiap kali pulang sekolah aku tidak langsung
pulang ke rumah tapi aku masih nongkrong di sebuah pohon di dekat rumah
temanku, entah itu untuk mengambil buah yang ada di pohon itu atau sekedar
main-main saja. Nah,,, suatu ketika tetanggaku kebetulan lewat disana dan
melihatku sedang memenjat pohin tersebut. Ternyata dia melaporkan hal itu pada
ayahku. Pada malam harinya tak disangka aku di panggil oleh ayah kemudian dia
menjewerku dengan pelan kemudian menasehatiku dengan kata-kata yang halus “
lain kali jangan manjat lagi yaaa,,,, kalo jatuh gimana????” dengan muka
polosku aku mengangguk pelan.
Selain
pernah dijewer, aku juga pernah dipukul oleh ayahku. Tapi ayahku jarang memukul
dengan tangan langsung, tapi menggunakan bambu pendek yang sudah di raut tipis
olehnya atau yang lebih sering dia gunakan yaitu tulang daun pisang. Biasanya,,,
ayah melakukan hal itu jika aku terlambat pulang ke rumah. Seperti ayah yang
lain, ayahku tidak mungkin tega menyakiti anaknya sendiri, ayahku juga tahu
batas normal memukuli anaknya dan tidak mungkin dia memukuli anaknya karena
hal-hal spele. Dia akan memukuli kami jika kami sering kali membangkang dan karena
kesalahan yang kami buat tidak dapat di toleransi lagi, terkadang dia hanya
memegang bambu tadi untuk menakut-nakuti kami saja agar kami tidak mengulangi
kesalahan itu.
Saat
kecil dan sampai sekarangpun aku adalah anak yang imajinatif. Bisa di bilang
aku adalah anak yang memiliki imajinasi tinggi. Tak tahu kenapa aku merasa
aneh, tak heran jika aku menyuaki dunia seni karena aku memiliki imajinasi yang
tinggi dan mungkin melebihi teman-temanku yang lain. Dulu,, teman SD-ku pernah
menjuluki aku sebagai peramal, aku merasa heran dengan itu, menurut dia setiap
apa yang aku tebak selau benar.
Meski
aku anak yang nakal, tapi aku tidak menyesal karena hal itu, karena kenakalanku
masih di batas normal kenakalan anak-anak. Dan aku merasa bangga dan senang,
karena aku telah mengisi masa kecilku dengan keceriaan, permainan, senyuman
polos dan tawa bahagia bersama kawan-kawan. Tidak semua anak dapat mengisi masa
kecilnya dengan tinta-tinta keceriaan, ada sebagian dari mereka yang mungkin
dilarang bermain keluar rumah. Padahal hak anak kecil adalah belajar dan
bermain. “SAAT BERMAIN DAN BELAJAR DI MASA KECIL DISITULAH AKU MENDAPATKAN
BERBAGAI PENGETAHUAN DAN PENGALAMAN”.
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)